Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

31 Juli 2015

Melihat Yesus di Awan Kehidupan

 http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/
“Lihatlah, Ia datang dengan awan-awan.” (Wahyu 1:7)

DALAM Alkitab, awan-awan selalu dikaitkan dengan Allah. Awan-awan adalah dukacita, penderitaan atau situasi karena kemurahan Tuhan, di dalam atau diluar kehidupan pribadi kita, yang benar-benar tampak berkontradiksi dengan kedaulatan Allah.

Namun adalah melalui awan-awan ini Roh Allah mengajar kita cara berjalan dengan iman. Jika awan-awan tidak pernah ada dalam hidup kita, kita takkan mempunyai iman. “Awan adalah debu kaki-Nya” (Nahum 1:3). Awan-awan itu menandai bahwa Allah hadir.

Hanyalah penyataan (dari Allah) yang membuat kita dapat mengetahui bahwa dukacita, perkabungan dan penderitaan sebenarnya adalah awan-awan yang datang bersama Allah! Allah tidak dapat datang mendekati kita tanpa awan-awan — Dia tidak datang dalam langit cerah bersih tanpa awan.

Tidaklah benar untuk mengatakan bahwa Allah ingin mengajarkan sesuatu di dalam pencobaan kita. Melalui setiap awan yang didatangkan-Nya dijalan kita, Dia ingin kita belajar melupakan atau meninggalkan sesuatu.

Maksud Allah menggunakan awan ialah untuk ”menyederhanakan” kepercayaan kita sampai hubungan kita dengan Dia sama seperti yang ada pada seorang anak kecil — antara Allah dan jiwa saya sendiri, sedangkan orang lain hanya ”bayang-bayang” – tidak jadi yang pertama atau utama. Apabila orang lain masih yang jadi pertama dan utama dalam hidup kita, maka sesekali awan dan kegelapan akan menjadi bagian kita.

Apakah hubungan kita dengan Allah menjadi semakin sederhana dibanding sebelumnya?

Ada kaitan antara situasi “kemujuran yang aneh” (strange providential) yang diizinkan Allah dengan hal yang kita ketahui tentang Dia, dan kita harus belajar untuk mengertikan rahasia kehidupan menurut terang pengetahuan tentang Allah.

Sebelum kita dapat berhadapan langsung dengan fakta kehidupan yang terdalam dan paling gelap tanpa merusak pandangan kita tentang sifat Allah, maka kita sesungguhnya belum mengenal Dia.

“Ketika mereka masuk ke dalam awan itu, takutlah mereka” (Lukas 9:34). Adakah orang lain kecuali Yesus dalam awan Anda? Jika demikian, keadaan akan menjadi semakin gelap sampai Anda masuk di tempat dimana ”tidak ada seorang pun, kecuali Yesus”.

Menjadi Milik-Nya Sepenuhnya

 http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

“Biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tidak kekurangan apa pun” 
(Yakohus 1:4).

BANYAK diantara kita pada umumnya tampak baik-baik saja, namun masih ada beberapa segi yang di dalamnya kita bersikap ceroboh, serampangan (careless) dan malas. Dalam hal ini bukannya soal dosa, melainkan sisa kehidupan daging kita yang cenderung membuat kita ceroboh, serampangan.

Kecerobohan merupakan penghinaan kepada Roh Kudus. Kita tidak boleh serampangan dalam cara kita menyembah Allah, atau bahkan dalam cara kita makan dan minum. Bukan hanya hubungan kita dengan Allah harus benar, tetapi ekpresi lahiriah dari hubungan itu juga harus benar.

Sesungguhnya, Allah takkan membiarkan apa pun luput; setiap rincian hidup kita ada di bawah pengamatan-cermat-Nya. Dengan banyak cara Allah akan membawa kita kembali dan kembali ke titik yang sama. Dan Dia tidak pernah jemu membawa kita kembali pada satu titik tersebut sampai kita memperoleh pelajaran, karena maksud-Nya ialah untuk menghasilkan buah yang matang.

Mungkin masalah kita timbul dari sifat yang impulsif – menurutkan kata hati tanpa pikir panjang, tetapi berulang kali, dengan kesabaran yang tak habis-habisnya Allah membawa kita kembali ke satu titik tersebut. Atau masalah kita mungkin berupa pemikiran yang malas dan melantur, atau keinginan bebas kita dan kepentingan diri sendiri.

Melalui proses ini, Allah mencoba mengingatkan kita tentang hal-hal tertentu yang tidak benar dalam hidup kita.

Kita telah melihat pelajaran tentang kebenaran penebusan Allah, dan hati kita dengan sempurna terarah kepada Dia. Dan karya-Nya yang ajaib di dalam kita membuat kita mengetahui bahwa kita dibenarkan secara penuh di hadapan-Nya. Roh Kudus berbicara melalui Yakobus, ”Biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang… ”

Waspadalah agar jangan ceroboh dengan perkara-perkara yang kecil dalam kehidupan ini dengan berkata, “Ah, cukuplah itu untuk sekarang.” Dalam apa pun, Allah akan terus menunjukkan setiap ketidak-benaran itu sampai kita menjadi milikNya sepenuhnya.


Digoncang Oleh Tiupan Angin


(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Alfonsus Maria de Liguori, Uskup- Pujangga Gereja – Sabtu, 1 Agustus 2015)
http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Pada masa itu sampailah berita-berita tentang Yesus kepada Herodes, raja wilayah. Lalu ia berkata kepada pegawai-pegawainya, “Inilah Yohanes Pembaptis; ia sudah bangkit dari antara orang mati dan itulah sebabnya kuasa-kuasa itu bekerja di dalam-Nya.” Memang Herodes telah menyuruh menangkap Yohanes, membelenggunya dan memenjarakannya, berhubung dengan peristiwa Herodias, istri Filipus saudaranya. Karena Yohanes berkali-kali menegurnya, katanya, “Tidak boleh engkau mengambil Herodias!” Walaupun Herodes ingin membunuhnya, ia takut akan orang banyak yang memandang Yohanes sebagai nabi. Tetapi pada hari ulang tahun Herodes, menarilah anak perempuan Herodias di tengah-tengah mereka dan menyenangkan hati Herodes, sehingga Herodes bersumpah akan memberikan kepadanya apa saja yang dimintanya. Setelah dihasut oleh ibunya, anak perempuan itu berkata, “Berikanlah aku di sini kepala Yohanes Pembaptis di atas sebuah piring.” Lalu sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena tamu-tamunya diperintahkannya juga untuk memberikannya. Disuruhnya memenggal kepala Yohanes di penjara dan kepala itu pun dibawa orang di sebuah piring besar, lalu diberikan kepada gadis itu dan ia membawanya kepada ibunya. Kemudian datanglah murid-murid Yohanes Pembaptis mengambil mayatnya dan menguburkannya. Lalu pergilah mereka memberitahukannya kepada Yesus. (Mat 14:1-12)

Bacaan Pertama: Im 25:1,8-17; Mazmur Tanggapan: Mzm 67:2-3,5,7-8
Seperti dalam Injil Markus (Mrk 6:17-29), dalam bacaan Injil hari ini Matius menghubungkan kematian Yohanes Pembaptis sebagai semacam suatu “tanda kurung” (Inggris: parenthesis) dalam keseluruhan cerita tentang Yesus.

Kita mengetahui bahwa Yohanes Pembaptis adalah pribadi yang kuat dalam hal keutamaan -keutamaan. Orang kudus ini tidak takut untuk berkonfrontasi dengan orang-orang berkuasa yang memang mempunyai kesalahan-kesalahan. Karena dituduh oleh Yohanes Pembaptis bahwa dia hidup dalam perzinahan, Herodes Antipas ingin membunuhnya, namun dia merasa takut karena orang banyak menyukai Yohanes Pembaptis dan memandangnya sebagai seorang nabi. Namun, secara sangat tidak adil Herodes memerintahkan orang-orangnya untuk menangkap Yohanes dan memenjarakannya.

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Herodes adalah seorang pribadi yang lemah. Dia takut. Pada titik puncak nafsu badaniah dan kenikmatannya, dia menjadi tidak bijak. Ia menjanjikan kepada anak tirinya (anak perempuan dari Herodias), Salome, apa saja yang ia minta, dan hal ini ditegaskan dengan sumpahnya dan disaksikan oleh semua tamu undangan yang hadir. Kebodohan ini membuat Herodes berada dalam suatu dilema yang mendalam dan menyulitkan. Ia merasa takut dan dihantui oleh perasaan waswas/khawatir. Apa yang akan dikatakan orang-orang? Akan tetapi dia lebih malu lagi untuk membatalkan sikap dan kata-kata bodoh yang diucapkannya, sumpahnya, … karena para tamunya. Hal inilah yang menjadi pemicu peristiwa pemenggalan kepala Yohanes Pembaptis !

Di sini kita melihat contoh-contoh dari seorang kuat yang memiliki karakter lemah. Yohanes Pembaptis berdiri tegak membela apa yang dipercayainya tanpa mempedulikan segala konsekuensinya. Herodes Antipas adalah bagaikan buluh yang digoyang ke kanan dan ke kiri oleh tiupan angin duniawi.

Dunia senantiasa berupaya untuk menggoncang para murid Kristus ke sana ke mari. Hidup seturut moral Kristiani yang sejati sungguh menjadi sangat tidak populer. Sebaliknyalah moralitas kenyamanan serta kenikmatan yang baru. Hanya yang kuatlah yang akan bertahan hidup seturut ajaran-ajaran Kristus. Namun kita tidak boleh berputus asa. Walaupun kita menyadari bahwa kita sebenarnya manusia lemah, kita dapat menjadi kuat dengan kekuatan Kristus dan kuat-kuasa Roh Kudus.

DOA: 
Ya Tuhan Allah, tolonglah kami agar mau dan mampu mendengarkan dengan penuh perhatian pesan-pesan dari para nabi-Mu pada zaman modern ini juga. Janganlah biarkan kami diombang-ambing oleh tiupan angin dunia ini. 
Amin.

Yang Berguna Atau Yang Tidak Berguna

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XVII – Kamis, 30 Juli 2015)

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

“Demikianlah pula hal Kerajaan Surga itu seumpama jala yang ditebarkan di laut lalu mengumpulkan berbagai jenis ikan. Setelah penuh, jala itu diseret orang ke pantai, lalu duduklah mereka dan mengumpulkan ikan yang baik ke dalam tempayan dan ikan yang tidak baik mereka buang. Demikianlah juga pada akhir zaman: Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar, lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.

Mengertikan kamu semuanya itu?” Mereka menjawab, “Ya, kami mengerti.” Lalu berkatalah Yesus kepada mereka, “Karena itu, setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran tentang Kerajaan Surga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya.”

Setelah Yesus selesai menceritakan perumpamaan-perumpamaan itu, Ia pun pergi dari situ. (Mat 13:47-53)

Bacaan Pertama: Kel 40:16-21,34-38; Mazmur Tanggapan: Mzm 84:3-6.8,11
“Perumpamaan tentang jala besar” (Mat 13:47-52) adalah yang terakhir dari serangkaian pengajaran oleh Yesus dengan menggunakan perumpamaan dalam Injil Matius. Perumpamaan ini serupa dengan “perumpamaan tentang lalang di antara gandum” (Mat 13:24-30; lihat penjelasannya dalam Mat 13:36-43).

Dalam perumpamaan ini Kerajaan Surga (Kerajaan Allah) diumpamakan sebagai sebuah jala besar yang penuh berisi dengan segala jenis ikan, ada yang dapat dimakan dan ada yang tidak dapat dimakan. Yang baik – artinya ikan yang dapat dimakan – disimpan. Sisanya, yang tidak baik – artinya yang tidak dapat dimakan – dibuang. Begitu pula halnya dengan Kerajaan Allah di atas bumi, baik dilihat sebagai Gereja secara keseluruhan, atau satu bagiannya yang kecil, misalnya sebuah paroki atau sebuah komunitas Kristiani, mengumpulkan segala jenis orang. Orang-orang itu dikumpulkan sampai datangnya hari penghakiman ketika “yang baik” akan dipisahkan dari “yang jahat” (Mat 13:49; bdk. Mat 25:31-46).

Sebagai individu-individu kita merupakan warga Kerajaan Surga. Kita adalah bagian dari Gereja, sebuah paroki, atau sebuah komunitas Kristiani. Sekarang masalahnya, kita berada di sebelah mana? Apakah kita merupakan anggota-anggota yang berarti, yang berguna? Tidak ada yang “setengah-setengah” dalam hal ini. Jadi, apakah kita merupakan orang-orang Kristiani yang berkomitmen atau orang-orang yang tidak berguna dalam Kerajaan.


Baik “perumpamaan tentang lalang di antara gandum” maupun “perumpamaan tentang jala besar” dengan cukup jelas mengajar kita bahwa tidak dapat dicapai kedamaian lengkap dalam hidup ini. Yesus mengatakan dengan sangat jelas bahwa kedamaian lengkap hanya mungkin terjadi pada hari penghakiman akhir. Namun Ia bersabda: “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Mat 5:9). Dengan demikian, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mencoba membawa lebih banyak orang kepada suatu komitmen yang sejati kepada Kristus, untuk menjadi anggota-anggota Kerajaan yang berarti.

Apakah kita memahami semua ini? Apabila jawab kita terhadap pertanyaan ini adalah “ya”, maka Yesus berkata bahwa kita akan mampu untuk merekonsiliasikan hal-hal yang lama dengan hal-hal yang baru. Kita akan mampu untuk melihat bahwa dalam Kerajaan Allah segalanya yang memiliki nilai sejati mempunyai tempat, apakah Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru, apakah yang tradisional dalam Gereja atau wawasan-wawasan baru. Apakah pikiran dan hati kita terbuka kepada hal-hal yang berarti, entah di mana ditemukannya? Atau, kita cenderung untuk mendiskreditkan apa saja hanya karena hal itu merupakan sesuatu yang baru, atau hanya karena hal itu merupakan sesuatu yang lama/kuno?

DOA: 
Ya Bapa, Allah Yang Mahapengasih, sampaikanlah kasih-Mu kepada semua anggota Kerajaan-Mu. Bahkan kepada para anggota yang Engkau pandang tidak berguna sekali pun, berikanlah juga kepada mereka rahmat agar dapat berubah. 
Amin.

Hidup di Bawah Bimbingan Roh-Nya


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/
Mujizat Air Menjadi Anggur
Mujizat pertama yang dibuat oleh Tuhan Yesus adalah saat Ia mengubah air menjadi anggur pada perkawinan di Kana. Kita tahu pasti bahwa pada saat itu pihak yang mengadakan pesta kehabisan anggur. Pada hari ini, barangkali hidup kita juga dalam kondisi yang tidak baik; kita mempunyai banyak rencana-rencana bagus, tetapi di tengah jalan rencana-rencana tersebut menemui hambatan. Hal pertama yang seharusnya ada di benak kita saat kita kehilangan selera dalam menjalani hidup adalah menceritakan kesulitan kita kepada Yesus. Anggur yang habis itu dapat berupa kesulitan ekonomi, pertikaian dalam kehidupan rumah tangga atau kewajiban-kewajiban lain yang kita rasa sangatlah berat untuk dilakukan. Saat kita merasa hidup kita hancur, kita perlu lebih mempercayaiNya. Dalam hal ini, Ibu Yesus menyuruh pelayan-pelayan pesta untuk melakukan apa saja yang Yesus suruh mereka perbuat, dan keajaiban pun terjadi! Bahkan pemimpin pesta memuji anggur yang baru saja diberikan kepadanya.

“Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu! Berbahagialah orang yang berlindung padaNya!” 

(Mazmur 34:9)


Saat kita bertumbuh dalam iman, kehidupan kita akan semakin lama semakin manis. Menurut pemimpin pesta, anggur yang baik hanya dihidangkan pada saat awal pesta, setelah itu kualitas anggur yang dihidangkan tentu akan berkurang. Banyak orang pada hari ini beranggapan bahwa semakin bertambah usia, hidup akan semakin sulit, bahkan mereka lebih menyukai masa kecil mereka, di mana masa tersebut mereka tidak perlu bekerja keras. Hendaknya kita membuang jauh-jauh berbagai pandangan dunia yang berusaha menjauhkan kita dari kasih Kristus. Karena Yesus telah mengalahkan dunia, pada hari ini kita tentu dapat merasakan bahwa hidup di bumi ini seperti di Surga. Walaupun semua orang telah pasrah, sebagai orang percaya, kita harus ingat bahwa kita mempunyai harapan yang teguh di dalam Tuhan.

Ada tekanan-tekanan ketika anggur sudah habis, tetapi jalan terakhir yang para pelayan itu pilih, yakni melaksanakan semua perkataan Yesus, malah dapat membuat pesta tetap dapat berjalan. Hari ini hidup kita dipenuhi berbagai macam tuntutan, misalnya: seorang anak yang dituntut orang tuanya untuk dapat meraih peringkat terbaik di sekolah atau menjadi seperti yang mereka ingini. Ketika kita beranjak dewasa, kita dituntut untuk bekerja keras dan memperoleh uang banyak. 


Nilai pengorbanan Tuhan Yesus melebihi segalanya, oleh karena itu, mujizat pertama ini mengajarkan kepada kita bagaimana Tuhan ingin agar kita menikmati kebebasan di dalam-Nya. Jika kita melakukan perintah Tuhan, hidup kita akan diberkati, dan jauh dari segala macam keluhan dan putus asa. Sebaliknya, bila kita memilih anggur dunia yang suatu saat dapat habis, kemudian kita terus berusaha untuk meraihnya, kepahitan akan senantiasa menghinggapi kehidupan kita. Kiranya damai sejahtera Yesus Kristus senantiasa tinggal dalam hati kita. Amien !

Bukankah Ini Anak Tukang Kayu ?

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Ignasius dr Loyola, Imam – Jumat, 31 Juli 2015)

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Setibanya di tempat asal-Nya, Yesus mengajar orang-orang di situ di rumah ibadat mereka. Maka takjublah mereka dan berkata, “Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mukjizat-mukjizat itu? Bukankah ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi, dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?” Lalu mereka menolak Dia. Kemudian Yesus berkata kepada mereka, “Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya.” Karena mereka tidak percaya, tidak banyak mukjizat diadakan-Nya di situ. (Mat 13:54-58)

Bacaan Pertama: Im 23:1,4-11,15-16,27,34b-37; Mazmur Tanggapan: Mzm 84:3-6,8,11 


Dia hanyalah seorang tukang kayu.” “Kita kenal keluarga-Nya; tidak ada yang istimewa tentang diri-Nya!” Dan seterusnya. Dan lain sebagainya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita membaca bahwa Yesus “pulang kampung” namun disambut dengan dingin oleh orang-orang tempat kelahiran-Nya setelah Dia berkhotbah di hadapan orang banyak yang pada mulanya membuat mereka takjub. Namun setelah Dia melakukan begitu banyak mukjizat dan tanda heran lainnya di tempat-tempat lain, tidak seorang pun di Nazaret mengelu-elukan Yesus sebagai seorang Raja atau Mesias. Sebaliknya mereka tidak memandang sebelah mata sang Rabi yang datang dari kota mereka sendiri. Yesus berhasil membuat sedikit mukjizat, tetapi tidak seorang pun percaya bahwa Dia adalah seorang nabi, apalagi Putera Allah.

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Mengapa terdapat ketiadaan iman seperti itu? Karena orang-orang Nazaret memilih pemahaman mereka sendiri tentang Yesus, bukannya berpaling kepada Roh Kudus agar diberikan pernyataan/pewahyuan dan wawasan ilahi. Sekarang, bagaimana dengan kita sendiri? Kita tahu bahwa Yesus adalah Putera Allah. Kita percaya hal itu; kita menyatakannya setiap hari Minggu ketika merayakan Misa Kudus (dalam Credo). Namun demikian, sampai berapa seringkah kita – seperti orang-orang Nazaret dahulu memperlakukan Yesus hanya sebagai sekadar seorang tukang kayu yang berniat baik? Apakah kita berdoa setiap pagi dengan ekspektasi bahwa kita akan diangkat ke surga dan menyentuh hati dan pikiran Allah? Apakah kita datang ke Misa Kudus dengan ekspektasi bahwa kemuliaan-Nya dinyatakan kepada kita melalui Ekaristi? Satu kebenaran yang tidak pernah kita abaikan atau sangkal adalah bahwa kita tidak dapat menaruh kepercayaan pada kemampuan kita sendiri untuk menghadirkan iman yang mentransformasikan hidup kita. Secara sederhana, kita harus mengandalkan Allah untuk memberikan kepada kita pernyataan/perwahyuan ilahi oleh Roh Kudus-Nya.

Kabar baiknya adalah ketika kita sungguh-sungguh memohon pertolongan Roh Kudus, maka kita disadarkan bahwa Roh Kudus itu sungguh ingin menyatakan Yesus Kristus kepada kita. Roh Kudus sungguh ingin mengubah hati kita, merobek hati kita itu dengan kasih Kristus dengan cara yang mentransformasikan kita untuk semakin serupa dengan diri-Nya. Selagi kita semakin mengenal siapa Yesus ini, maka seperti Petrus, hati kita pun akan terdorong untuk memerdekakan : “Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup” (Mat 16:16). Seperti Tomas kita pun akan bersembah sujud di hadapan-Nya dan berseru: “Ya Tuhanku dan Allahku!” (Yoh 20:28). Dan seperti Yohanes kita akan bertemu dengan realitas yang mengubah hidup, bahwa Allah adalah kasih (1Yoh 4:8,16). Semakin Yesus menyatakan diri-Nya kepada kita, semakin banyak pula kita dapat mulai memahami “betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus” (Ef 3:18). Tidak ada yang lebih penting daripada mengenal Yesus. Pernyataan kasih-Nya dan kuat-kuasa-Nya pantas dan layak untuk diupayakan dengan sangat, sangat serius.

DOA: 
Tuhan Yesus, aku ingin sungguh mengenal Engkau. Lebih daripada apa saja, aku mohon kepada-Mu untuk menyatakan diri-Mu kepadaku dengan lebih mendalam lagi daripada sebelum-sebelumnya. Terpujilah nama-Mu selalu. 
Amin.

Menjadi Anak Bukanlah Jaminan

 


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Menyandang status sebagai “Anak” (Anak Allah) tentulah membuat kita sebagai orang Kristen sangat bangga. Tak sedikit juga yang bahagia dan gembira dengan kedudukan tersebut. Hingga akhirnya pernah timbul suatu pernyataan atau satu pandangan bahwa kedudukan sebagai “Anak” adalah jaminan untuk memperoleh keselamatan. Apakah benar demikian?

Sekali anak tetaplah anak. Itu memang benar. Namun dengan status sebagai anak apakah kehidupan kita sebagai orang percaya akan mulus tanpa rintangan? Apakah dengan status anak kita akan selalu berjalan dalam koridor Allah.
Sejenak mari kita tengok kisah tentang bangsa Israel saat Allah memanggil keluar dari tanah Mesir. Allah memanggil bangsa Israel dengan sebutan anak (Hosea 11:1, Matius 2:15). Namun pada kenyataannya bangsa Israel tidak langsung masuk ke dalam tanah kanaan yang telah dijanjikan. Dibutuhkan waktu kurang lebih 40 tahun untuk masuk ke dalam tanah perjanjian. Selama masa itulah bangsa Israel berulang kali hidup berpaling dari Allah. Status anak yang disandang bangsa Israel tak menjamin untuk mereka memperoleh jalan tol masuk ke dalam Kanaan.

Pada masa perjanjian baru, Yesus memberikan perumpamaan tentang “Anak Yang Hilang”. Dengan status sebagai anak, justru si bungsu pergi “meninggalkan” bapanya yang mana di rumah bapa penuh dengan kelimpahan. Menjadi anak tidak menjamin kita tidak akan ter-hilang. Ini adalah salah satu point penting dari perumpamaan ini.

Lantas apakah dengan status anak, semuanya akan sia-sia dan tak berarti? Tentu saja tidaklah demikian. Yang kita perlu lakukan bukan hanya bangga dengan status kita sebagai anak, melainkan juga hidup seturut dengan kehendak Allah Bapa dan melakukan setiap ketetapan-Nya (Matius 7:21). Percayalah dengan berjalan di jalur yang Allah berikan, kita tidak akan pernah menjadi anaknya yang ter-hilang.

Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan. Dan janganlah mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini!
(Matius 3:8-9)

30 Juli 2015

Pakaian Pesta


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Suatu ketika seorang raja hendak mengadakan pesta yang besar. Ia menyuruh para pegawainya untuk mengundang seluruh rakyat agar mereka bisa hadir di pesta itu. Hingga saat hari pelaksanaan pesta itu raja merasa bahagia karena semuanya berjalan sesuai dengan keinginannya.

Namun di tengah acara pesta, raja menjumpai seorang tamu undangan yang membuatnya kecewa. Ia datang ke pesta itu dengan tidak mengenakan pakaian pesta. Akhirnya sang rajapun menyuruh pengawal untuk mengusir orang itu karena sang raja merasa bahwa orang itu tidak menghargai pesta yang diadakannya.

Tuhan Yesus telah mengorbankan diri-Nya untuk menebus dan menyelamatkan kita dari dosa. Dia telah melaksanakan kehendak Allah Bapa. Sudah seharusnya kita menghargai pengorbanan Kristus dengan menjadikan hidup kita berarti dan berkenan di hadapan-Nya (Matius 5:20). Setiap perbuatan yang benar dan seturut dengan kehendak Allah.

Kekristenan bukan sekedar identitas atau agama. Menjadi orang Kristen yang percaya kepada Yesus seharusnya disertai dengan kehidupan rohani yang bertumbuh dan bukan hidup yang biasa-biasa saja. Menyambut undangan Allah Bapa di dalam Yesus Kristus secara pribadi dan lebih intim. Dengan jubah kebenaran yang telah disediakan Allah di dalam kasih karunia-Nya (Yesaya 61:10).

Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku : Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.
(Matius 7:21)

29 Juli 2015

Come Back

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/



Pada saat Paulus dan kawan-kawannya hendak berlayar ke Perga di Pamfilia, salah seorang temannya yang bernama Yohanes yang juga disebut Markus meninggalkan mereka. Markus melakukan itu dan kembali ke Yerusalem (Kisah Para Rasul 13:13).

Memang tidak ada penjelasan detail tentang kepergian Markus, namun hal itu dianggap Paulus sebagai bentuk tindakan yang semestinya tidak harus dilakukan. Karena dari awal mereka telah sepakat untuk memberitakan kabar keselamatan pada semua orang. Tetapi Markus tidak mau turut bekerja bersama-sama dengan mereka (Kisah Para Rasul 15:38).

Hingga akhirnya Markus berubah dan berbaikan dengan Paulus. Kita bisa menemukan kembali Yohanes Markus kembali melayani bersama Paulus (Kolose 4:10). Bahkan Paulus menganggap pelayanan Markus sangatlah penting baginya, karena semuanya itu untuk Tuhan (2 Timotius 4:11).

Kita mungkin mempunyai masa lalu yang kelam. Rasa bersalah akan terus menghantui kemana kita melangkah. Kita tidak akan pernah bisa menghapus masa lalu, namun kita dapat belajar darinya. Apapun yang kita kerjakan saat ini untuk melayani pekerjaan Tuhan, sekecil apapun itu, jangan pernah “malu”. Jangan pernah membiarkan iblis menggunakan masa lalu kita untuk meninggalkan pelayanan yang sudah Allah berikan pada kita.

Kegagalan masa lalu tidaklah akhir dari segalanya, saat kita memulai lagi bersama dengan Allah. Apa yang kita kerjakan bagi Tuhan, jerih payah kita tidak akan pernah sia-sia.

Kemana aku dapat pergi menjauhi Roh-Mu, kemana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Selidikilah aku ya Allah dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku, lihatlah apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal! 
(Mazmur 139:7,23,24)

28 Juli 2015

Maksud Tujuan Allah atau Saya?

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

“Yesus segera mendesak murid-murid-Nya naik keperahu dan 
berangkat lebih dahulu ke seberang,…” 
(Markus 6:45)

KITA cenderung berpikir bahwa jika Yesus Kristus mendesak kita melakukan sesuatu dan kita taat kepada-Nya, maka Dia akan mengantar kita kepada sukses besar. Kita jangan sekali-kali berpikir bahwa impian keberhasilan merupakan maksud tujuan Allah bagi kita.

Faktanya, maksud tujuan-Nya mungkin justru sebaliknya. Kita berpikir bahwa Allah menuntun kita ke suatu tujuan tertentu atau sasaran yang diinginkan, tetapi nyatanya tidak.

Pertanyaan apakah kita berhasil sampai pada suatu tujuan tertentu, adalah kurang penting. Apa yang kita sebut sebagai proses untuk mencapai tujuan tertentu, Allah melihatnya sebagai tujuan itu sendiri.

Apakah visi saya tentang maksud tujuan Allah bagi saya? Apa pun itu, maksud tujuan-Nya ialah agar saya bergantung kepada-Nya dan pada kuasa-Nya sekarang. Jika saya dapat tetap tenang, setia dan tidak bimbang di tengah-tengah huru-hara kehidupan, maka sasaran maksud tujuan Allah sedang dipenuhi di dalam diri saya.

Allah kenyataannya tidak bekerja ke arah suatu finish atau tujuan akhir tertentu — maksud-tujuan-Nya ialah proses itu sendiri. Apa yang diinginkan-Nya bagi saya ialah agar saya melihat “Dia berjalan di atas air” yang tak tampak tepiannya, tidak ada tepian keberhasilan ataupun sasaran yang terlihat jelas, tetapi hanyalah kepastian mutlak bahwa segala sesuatu akan beres karena saya melihat “Dia yang berjalan di atas air” (Markus 6:49). Proses inilah, bukan hasilnya, yang memuliakan Allah.

Pelatihan (dari) Allah dimaksudkan untuk sekarang, saat ini, bukan suatu waktu kemudian. Maksud-Nya adalah untuk saat ”menit” ini, bukan suatu waktu kelak. Kita tidak punya urusan dengan apa (yang terjadi) selanjutnya setelah ketaatan, dan kita keliru jika memusingkan diri dengan hal itu. Apa yang disebut orang sebagai persiapan, Allah melihatnya sebagai sasaran itu sendiri.

Maksud tujuan Allah adalah untuk memampukan saya melihat bahwa Dia dapat berjalan dalam badai kehidupan saya sekarang juga. Apabila kita mempunyai suatu sasaran lebih lanjut dalam benak kita, maka kita tidak akan cukup perhatian terhadap yang ada saat ini. Namun, jika kita menyadari bahwa ketaatan saat demi saat merupakan sasaran (gol) kita, maka setiap saat yang ada menjadi berharga.

Bait Allah


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Jika tiba-tiba kita dihadapkan pada suatu kata “Bait Suci”, tentu kita akan berpikir bahwa itu adalah sebuah rumah ibadah. Bait Suci atau sering juga di sebut “Bait Allah” mengacu pada sebuah bangunan untuk beribadah kepada Allah. Hingga masa di mana orang-orang Israel kembali dari pembuangan, bertahun-tahun setelahnya mereka tidak mengindahkan peringatan untuk memperhatikan Bait Suci. Bait Suci tetap menjadi reruntuhan akibat serangan dan pendudukan bangsa asing ke Israel.

Bangsa Israel terlalu sibuk dengan segala urusannya sendiri. Tidak ada semangat untuk membangun kembali Bait Allah yang telah rusak. Keadaan inilah yang membuat bangsa itu menjadi miskin, panen mereka gagal dan mengalami penderitaan yang besar (Hagai 1:6). Dalam keadaan demikian Allah berfirman melalui nabi Hagai untuk mengingatkan mereka akan kesalahan mereka yaitu bahwa selama ini selalu mendahulukan kepentingan pribadi dibanding mengutamakan Allah (Hagai 1:9).

Saat ini peringatan Allah masih terus berlaku. Namun tidak lagi semata-mata tertuju kepada bangunan fisik saja (gereja) atau bahwa kita telah menjadi percaya dengan menyebut diri kita orang Kristen. Lebih dari itu Allah rindu dan ingin bangunan rohani (kehidupan iman) kita sudah berdiri dengan megah. Tak ada lagi reruntuhan di sana-sini yang belum dibereskan (Yesaya 59:2). Allah menghendaki kita untuk lebih lagi bangkit (pribadi) dan bekerja (pelayanan) untuk memperindah bangunan rohani sehingga DIA yang setia dan adil berkenan hadir dalam hidup kita.

Perlu untuk kita ingat bahwa sikap yang mencari aman dengan mengabaikan kemuliaan dan kehendak Allah, mundur dari pelayanan bahkan hanya fokus pada kebutuhan pribadinya sendiri adalah salah satu ciri orang yang kehilangan tujuan iman. Mereka tak lagi peka bahkan menjadi tuli untuk bisa mendengar suara Tuhan bahkan menjadi buta terhadap teguran-Nya. Sebab itu mari dengan segenap hati mengutamakan kehendak Allah, maka semuanya akan ditambah-tambahkan dalam hidup kita (Matius 6:33).

Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit dan ketika kamu membawanya kerumah, Aku menghembuskannya. Oleh karena apa? Demikianlah firman Tuhan semesta alam. Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri 
(Hagai 1:9)


Marta Dari Betania

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Marta – Rabu, 29 Juli 2015) 

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Ketika Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah desa. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya. Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya, sedangkan Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata, “Tuhan, tidakkah Engkau peduli bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.” Tetapi Tuhan menjawabnya, “Marta, Marta, engkau khawatir dan menyusahkan diri dengan banyak hal, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian terbaik yang tidak akan diambil dari dia.” (Luk 10:38-42)

Bacaan Pertama: Kel 34:29-35; Mazmur Tanggapan: Mzm 99:5-7,9; Bacaan Injil Yoh 11:19-27
Apakah Marta salah karena dia begitu menyibukkan dirinya guna mempersiapkan makanan bagi Yesus dan para murid-Nya? Tentu saja tidak! Ingatkah kita betapa sering Yesus mengajar tentang pentingnya memperhatikan berbagai kebutuhan fisik orang-orang yang kita jumpai – memberi makan orang-orang yang lapar, memberi secangkir air kepada mereka yang merasa dahaga, memberi pakaian kepada yang telanjang, dan menyembuhkan yang sakit. Marta pasti diberkati untuk kebaikan hatinya melayani rombongan Yesus yang sedang dalam perjalanan menuju Yerusalem ini.

Namun Yesus mengoreksi Marta, bukan untuk kerja kerasnya, melainkan atas kekhawatiran / kecemasan dirinya – dan kita dapat membayangkan betapa sibuknya Marta, menyiapkan ini-itu bagi tamu-tamu yang datang secara mendadak dan tidak di harap-harapkan. Namun Yesus membuat tenang Marta dan memberi kedamaian yang dibutuhkan oleh Marta: “Marta, Marta, engkau khawatir dan menyusahkan diri dengan banyak hal, tetapi hanya satu saja yang perlu” (Luk 10:42). Apakah yang dimaksud dengan satu hal ini? Hal ini bukanlah isu “dan / atau”, melainkan bagaimana kita melaksanakan tugas-tugas kita. Saudara perempuan Marta, Maria, dengan penuh damai mendengarkan Yesus, dan memusatkan perhatiannya pada diri-Nya. Marta juga dapat mengalami kedamaian jika dia mengakui privilese dari kerja pelayanannya dan menyadari dengan penuh syukur bahwa dia pun sedang membuat Tuhan senang.

Setiap orang dipanggil untuk melayani Allah dalam salah satu caranya, dan hal itu biasanya menyangkut kerja. Tahukah kita bahwa Yesus senantiasa bersama kita? Apakah kita merasa cemas ketika kita bekerja? Apakah kita percaya bahwa Yesus ingin agar kita merasakan kedamaian, dan Ia akan memberikan damai-Nya apabila kita memintanya?

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Santo Augustinus dari Hippo (354-430) dalam salah satu khotbahnya mengatakan: “Marta, yang mengatur dan mempersiapkan segala sesuatu bagi Tuhan, banyak disibukkan untuk melayani. Saudara perempuannya, Maria, memilih untuk diberi makanan oleh Tuhan. … Telinganya yang setia telah mendengar suara: “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah!” (Mzm 46:11). Marta susah hati; sedangkan Maria berpesta. Maria mengatur banyak hal, sedangkan Maria memusatkan perhatiannya pada Dia. Dua-duanya baik; namun tentang mana yang lebih baik, apa yang dapat kita katakan? … ‘Maria telah memilih bagian terbaik.’

Ya, Marta, … sekarang engkau disibukkan dengan banyak melayani; engkau senang dalam memberi makan tubuh yang bersifat fana, walaupun tubuh-tubuh itu adalah tubuh-tubuh para kudus; namun apabila engkau telah sampai ke negeri itu (surga), akankah engkau menemukan di sana orang asing yang akan kauterima dalam rumahmu? Apakah engkau akan menemukan orang lapar, kepada siapa engkau akan berbagi rotimu? … Tidak ada satu pun dari hal-hal ini akan ada di sana, namun apakah yang akan ada di sana? Apa yang dipilih oleh Maria; di sana kita akan diberi makan, dan tidak akan memberi makan kepada orang lain. Oleh karena itu apa yang dipilih Maria di sini akan mengalami kepenuhan dan kesempurnaan di sana”.

Hampir semua orang, yang harus berjuang dalam menghadapi tuntutan sehari-hari dalam pekerjaannya dan/atau keluarganya dapat memahami kejengkelan Marta terhadap Maria. Namun semua orang Kristiani perlu memahami kebenaran yang dimiliki Maria: Waktu kita berada bersama Tuhan memiliki nilai yang kekal-abadi; segalanya yang lain akan hilang, cepat atau lambat. Kita butuh untuk diberi makan oleh Dia sebelum kita dapat melayani siapa saja. Waktu yang kita pakai dalam doa-lah yang akan memampukan kita untuk melaksanakan tanggung-jawab selebihnya dengan cara yang dikehendaki Allah.

DOA: 

Tuhan Yesus, perhatikan dan awasi kami selagi kami melakukan pekerjaan kami pada hari ini. Berikanlah kepada kami damai-Mu, yang mengusir segala kecemasan dan rasa khawatir, dan tolonglah kami untuk memfokuskan perhatian kami pada-Mu. Terpujilah nama-Mu selalu!  Dan kami berdoa bagi pemimpin dalam Gereja, lindungi mereka selalu agar dapat mengemban tugas-tugasnya demi kepentingan umat dengan tekun dan setia. 
Amin.

27 Juli 2015

”Ia Akan Tahu …..”

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/
“Barangsiapa mau melakukan kehendak-Nya, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah Aku berkata-kata dari diri-Ku sendiri.”
(Yohanes 7:17)

HUKUM utama yang harus diikuti agar memperoleh pengertian rohani bukanlah masalah intelektual, melainkan ketaatan. Jika seseorang menginginkan pengetahuan ilmiah, maka keingintahuan intelektualnya yang menjadi pemandunya. Akan tetapi, jika dia menginginkan pengetahuan dan pengertian mendalam mengenai ajaran Yesus Kristus, maka dia hanya dapat memperolehnya melalui ketaatan.

Jika hal-hal rohani tampak gelap dan tersembunyi bagi saya, saya boleh yakin bahwa ada segi ketidaktaatan dalam hidup saya. Kegelapan intelektual adalah akibat dari ketidaktahuan, tetapi kegelapan rohani adalah akibat dari saya tidak mau taat.

Tidak seorang pun yang pernah menerima suatu firman dari Allah tanpa segera diuji dalam hubungan hal itu. Kita tidak-taat dan kemudian merasa heran mengapa kita tidak bertumbuh secara rohani. “Jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah”, kata Yesus, ”dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, … “ (Matius 5:23-24). Yesus sebenarnya berkata, “Jangan ucapkan sepatah kata pun kepada-Ku; tetapi pertama-tama pergilah, bereskanlah segalanya.”

Ajaran Yesus selalu mengena di mana pun kita berada. Kita tidak dapat berdiri sebagai seorang yang berpura-pura di hadapan-Nya walaupun hanya sekejap. Dia mengarahkan kita dengan penuh detil. Roh Allah membuka kedok pembenaran-diri dan menjadikan kita peka terhadap hal-hal yang belum pernah terpikirkan oleh kita sebelumnya.

Bila Yesus meyakinkan dengan jelas sesuatu kepada Anda melalui firman-Nya dan berulang-ulang, jangan berusaha mengelak. Jika Anda mengelak, maka Anda akan hanya menjadikan agama sebagai topeng.

Periksalah hal-hal yang cenderung membuat Anda angkat bahu dan dalam hal-hal dimana Anda menolak untuk taat, maka Anda akan tahu mengapa Anda tidak bertumbuh secara rohani. Seperti misalnya kata Yesus, ”Pergilah berdamai dahulu... ” Sekalipun dengan risiko dituduh sebagai seorang yang fanatik, Anda harus menaati apa yang disuruhkan Allah kepada Anda.


Apel Berkat


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Saat itu ada seorang pemuda yang setiap harinya menyapu jalanan. Untuk bisa mendapatkan sebungkus nasi, ia harus melakukan pekerjaannya dua kali lebih lama. Melihat hal itu, ada seorang tua yang merasa iba dan memberikan sebuah apel setiap harinya kepada pemuda tersebut.

Setelah beberapa tahun, seorang tua tersebut kedatangan seorang tamu dengan beberapa keranjang apel. Ia adalah seorang pemuda yang dulunya selalu diberi apel oleh orang tua itu. Setiap biji apel ia tanam dan kini telah memiliki perkebunan apel. Betapa terkejutnya orang tua tersebut ketika ia mendapatkan sebagian dari kebun apel itu.

Sebutir apel yang ia berikan kepada orang lain , telah berbalik menjadi berkat pada masa depannya. Sebuah kebaikan kecil yang kita tabur saat ini, akan menjadi berkat besar bagi kehidupan kita ke depannya. Masihkah kita ragu untuk berbuat baik?

Berbuat baik itu tidak akan pernah memikirkan tentang kerugian. Untuk bisa melakukan perbuatan baik, maka diperlukan modal untuk bisa mengasihi. Jangan pernah berharap untuk mendapatkan balasan dari orang lain. Sekalipun orang lain tidak membalas perbuatan baik kita, namun Tuhan melihat-Nya dan Dia yang akan membalaskan-Nya kepada kita.

Ketahuilah, aku mendapat perintah untuk memberkati, dan apabila Dia memberkati, maka aku tidak dapat membalikkannya.
(Bilangan 23:20)


Penjelasan Yesus Atas Perumpamaan Tentang Lalang Di Antara Gandum

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XVII – Selasa, 28 Juli 2015)
http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Sesudah itu Yesus meninggalkan orang banyak itu, lalu pulang. Murid-murid-Nya datang dan berkata kepada-Nya, “Jelaskanlah kepada kami perumpamaan tentang lalang di ladang itu.” Ia menjawab, “Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manusia; ladang ialah dunia. Benih yang baik itu anak-anak Kerajaan sedangkan lalang anak-anak si jahat. Musuh yang menaburkan benih lalang ialah Iblis. Waktu menuai ialah akhir zaman dan para penuai itu malaikat. Jadi, seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman. Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyebabkan orang berdosa dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya. Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi. Pada waktu itulah orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka. Siapa yang bertelinga, hendaklah ia mendengar!” (Mat 13:36-43)

Bacaan Pertama: Kel 33:7-11;34:5-9,28; Mazmur Tanggapan: Mzm 103:6-13
Bacaan Injil hari ini adalah penjelasan Yesus atas “perumpamaan tentang lalang di antara gandum” (Mat 13:24-30). Perumpamaan ini hanya terdapat dalam Injil Matius. Dalam hal pelajaran-pelajaran yang diberikan maka ini adalah salah satu perumpamaan yang paling praktis yang pernah diajarkan oleh Yesus. 

Perumpamaan ini mengajar kita bahwa selalu akan ada suatu kekuasaan jahat di dalam dunia, yang berupaya dan menantikan saatnya untuk menghancurkan benih yang baik. Dari pengalaman dapat dilihat adanya dua jenis pengaruh yang bekerja dalam kehidupan kita. Yang pertama adalah pengaruh yang menolong benih-benih dunia menjadi subur dan bertumbuh, dan yang kedua adalah pengaruh yang berupaya untuk menghancurkan benih yang baik, bahkan sebelum benih itu dapat menghasilkan buah.

Perumpamaan ini mengajar kita betapa sulit untuk membedakan antara mereka yang ada dalam Kerajaan dan mereka yang tidak. Seorang pribadi manusia dapat kelihatan baik namun faktanya dia buruk. Sebaliknya, seseorang dapat kelihatan jelek/buruk namun pada kenyataannya dia baik. Kita terlalu cepat mengklasifikasikan orang-orang dan memberi mereka “label” baik atau buruk tanpa mengetahui semua fakta.

Perumpamaan ini mengajar kita untuk tidak cepat-cepat menilai/menghakimi orang. Apabila para penuai bekerja menurut kehendak mereka sendiri, maka mereka akan langsung saja mencoba untuk mencabut lalang, dengan demikian mereka akan mencabut juga gandum yang ada. Penghakiman harus menanti saat tuaian. Seorang pribadi manusia pada akhirnya akan dihakimi, tidak oleh satu-dua tindakannya semasa hidupnya, melainkan oleh keseluruhan hidupnya. Penghakiman baru dapat terlaksana pada titik akhir. Seseorang dapat saja membuat suatu kesalahan besar, kemudian menyesali perbuatannya itu, dan oleh rahmat Allah dia melakukan pertobatan yang membuat sisa hidupnya menjadi sebuah persembahan yang indah bagi Allah. Sebaliknya, seseorang dapat saja menjalani hidup saleh, namun kemudian mengalami kehancuran hidup disebabkan keruntuhan akhlak serta kejatuhan-nya ke dalam jurang dosa. Tidak ada seorang pun yang hanya melihat sebagian saja dari satu keseluruhan dapat memberi penilaian atas keseluruhan tersebut. Tidak ada seorang pun yang mengetahui hanya sebagian saja dari kehidupan seseorang dapat memberi penilaian atas keseluruhan pribadi orang tersebut.

Perumpamaan ini mengajar bahwa penghakiman datang pada titik akhir. Penghakiman tidak datang dengan tergesa-gesa, tetapi pasti datang. Berbicara secara manusiawi, seseorang dapat saja seorang pendosa menghindari konsekuensi-konsekuensi dosanya, namun ada kehidupan yang akan datang. Berbicara secara manusiawi, kebaikan tidak pernah kelihatan akan memperoleh ganjarannya, tetapi ada sebuah dunia baru untuk memperbaiki ketidakseimbangan di masa lampau.

Perumpamaan ini mengajar bahwa satu-satunya Pribadi yang berhak untuk menghakimi adalah Allah. Allah saja-lah yang dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Hanya Allah-lah yang melihat semua aspek/bagian dari seorang manusia dan seluruh kehidupannya. Hanya Allah-lah yang dapat menghakimi.

Dengan demikian, pada akhirnya dapat dikatakan bahwa perumpamaan ini mempunyai dwifungsi: 
  1. Sebagai peringatan agar kita tidak menghakimi orang lain; dan 
  2. Sebagai peringatan bahwa pada akhirnya datanglah penghakiman dari Allah sendiri.

DOA: 
 Tuhan Yesus, kami berterima kasih penuh syukur kepada-Mu karena Engkau mengingatkan lagi kepada kami ajaran-Mu yang menekankan bahwa kami tidak boleh menghakimi orang lain. Penghakiman adalah hak Bapa surgawi semata. 
Amin.

26 Juli 2015

Berita Kalvari - Minggu 26 Juli 2015







Jalan Menuju Kesucian

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

”Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang…. 
(Matius 15:18-20)


PADA mulanya kita mempercayai ketidaktahuan (ignorance) kita, menyebutnya sebagai ketidakbersalahan (innocence) , dan berikutnya kita percaya rasa ketidakbersalahan kita dan menyebutnya kesucian (purity).

Kemudian ketika kita mendengar sendiri pernyataan-pernyataan keras ini dari Tuhan Yesus (Mat 15:18-20), kita surut dan berkata, “Waduh, aku tidak pernah merasa hal-hal yang begitu rusak di dalam hatiku.” Kita terkejut dengan apa yang disingkapkan-Nya kepada kita.

Masalahnya kemudian adalah, apakah Yesus Kristus mendapat otoritas tertinggi dalam hati kita, atau Dia tidak kita hiraukan sama sekali. Bersediakah saya mempercayai teguran firman-Nya, atau lebih suka mempercayai “ketidak bersalahan karena ketidaktahuan” saya?

Jika saya terbuka dengan tulus dihadapan Tuhan, menjadi sadar penuh akan yang saya sebut ketidakbersalahan dan mengujinya, saya tampaknya akan mengalami penyadaran yang mengejutkan bahwa apa yang diucapkan Yesus adalah benar, dan saya akan terkejut melihat kemungkinan hal-hal yang jahat dan buruk yang bisa ada dalam diri saya. Terapi, selama saya berada dibawah rasa aman ketidakbersalahan saya, saya hidup dalam penipuan diri.

Jika selama ini saya tidak pernah secara terbuka bersikap kasar dan kejam, maka alasan utamanya ialah karena kepengecutan saya disamping rasa aman yang saya terima dari suatu apa yang dikatakan sebagai kehidupan berbudaya. Akan tetapi, bila saya secara penuh ditelanjangi dihadapan Allah, maka saya mendapati bahwa Yesus benar dalam diagosanya tentang diri saya.

Satu-satunya yang sungguh memberikan perlindungan adalah penebusan Yesus Kristus. Jika saja saya mau menyerahkan diri kepada-Nya, maka saya sama sekali tidak perlu mengalami kemungkinan mengerikan (terrible possibility) yang ada di hati saya.

Kesucian (purity) adalah sesuatu yang terlampau dalam bagi saya untuk dicapai secara lahiriah. Akan tetapi, bila Roh Kudus datang, masuk dalam hidup saya, Dia membawa ke pusat hidup pribadi saya Roh yang sama yang dahulu dinyatakan dalam hidup Yesus Kristus, yaitu Roh Kudus, kesucian mutlak yang tidak bercela.

Sebuah Kesalahan


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/
Ada sepasang suami istri yang sedang bertengkar. Mereka saling menyalahkan perbuatan pasangannya masing-masing. Dari hal yang kecil berubah menjadi masalah yang sangat besar dan pada akhirnya sebuah perceraian dipilih sebagai penyelesai masalah.

Dalam menjalin sebuah hubungan, sangat dibutuhkan sebuah pengertian dan pengampunan. Kita harus bisa mengerti dan memahami pasangan kita, serta harus bisa memafkan terlebih dahulu ketika kita merasa dikecewakan. Inilah kunci dari hubungan yang sehat.

Kesalahan itu sendiri juga sejatinya timbul dari hati kita yang telah menyalahkan perbuatan pasangan kita. Jika kita tidak bisa mengolah rasa itu dengan tepat, maka akan menjadi penghancur yang hebat. Jangan gunakan “rasa menyalahkan” sebagai senjata untuk melukai orang lain.

Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang.
(Titus 3:2)


Adonan Rahmat


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XVII – Senin, 27 Juli 2015)
Keluarga Besar Fransiskan: Peringatan B. Maria Magdalena Martinengo [+1737], Biarawati Ordo II (Klaris)

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Yesus menyampaikan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya, “Hal Kerajaan Surga itu seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya. Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar daripada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya.”

Ia menceritakan perumpamaan ini juga kepada mereka, “Hal Kerajaan Surga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu sebanyak empat puluh liter sampai mengembang seluruhnya.”

Semuanya itu disampaikan Yesus kepada orang banyak dalam perumpamaan, dan tanpa perumpamaan suatu pun tidak disampaikan-Nya kepada mereka, supaya digenapi firman yang disampaikan oleh nabi, “Aku mau membuka mulut-Ku menyampaikan perumpamaan, Aku mau mengucapkan hal yang tersembunyi sejak dunia dijadikan.” (Mat 13:31-35)

Bacaan Pertama: Kel 32:15-24,30-34; Mazmur Tanggapan: Mzm 106:19-23
Tentu sebagian besar dari kita mempunyai wéker (Inggris: alarm clock) dalam salah satu bentuknya, apalagi dengan tersedianya berbagai peralatan yang semakin modern ini (smart phones dan lain sebagainya). Kita memang membutuhkan peralatan seperti itu, karena pada waktu yang ditetapkan oleh kita, alat itu akan berbunyi dan membuat kita “keluar” dari tidur kita. Namun alat itu tidak akan mampu membangkitkan kita dari tempat tidur kita. Banyak dari kita tentunya dikagetkan oleh bunyi wéker pada jam 4 pagi, namun langsung tidur lagi setelah mematikannya.

Semoga contoh wéker ini dapat menggambarkan “ragi” yang diceritakan dalam bacaan Injil hari ini, “adonan” Kerajaan Allah yang adalah “rahmat”, adonan sesungguhnya dalam hidup seorang Kristiani. Rahmat sesungguhnya dapat menyentuh kita setiap saat dalam satu hari kehidupan kita, seperti tiupan angin sepoi-sepoi basa di musim panas, atau seperti hujan badai yang disertai sambaran kilat yang sambung menyambung. Atau, rahmat itu datang kepada kita melalui kata-kata penuh hikmat yang diucapkan oleh seorang sahabat, atau sebuah gambar, dlsb.

Jadi, apakah yang dimaksudkan dengan “adonan indah” atau rahmat ini? Rahmat sesungguhnya adalah pertolongan dari Allah untuk kita agar dapat hidup sebagai orang-orang Kristiani yang sejati. Kita menerima rahmat ini banyak kali dalam sehari. Ini adalah bantuan batiniah yang diberikan Allah untuk memperkuat diri kita ketika kekuatan memang dibutuhkan oleh kita, untuk memberikan sukacita, keberanian, pengharapan kepada kita yang melampaui kemampuan manusiawi kita. Jadi, seperti bunyi wéker yang bordering-dering di dalam diri kita, Tetapi lebih dari wéker biasa, karena rahmat tidak saja mengingatkan kita untuk bangun dari tidur, melainkan juga memberikan dorongan kepada kita, rahmat menolong kita untuk bangkit ke luar dari kedosaan kita, untuk bangkit dari hal-hal yang sekadar natural.

Santo Paulus menulis kepada jemaat di Filipi, “…… Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” (Flp 2:13). Inilah rahmat yang sesungguhnya. Rahmat tidak hanya menginspirasikan kita akan hal yang baik, melainkan juga menolong kita untuk mewujudkannya. Kita hanya akan menghasrati hal-hal yang baik apabila pikiran kita dicerahkan. Kita harus mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksudkan dengan “baik”. Jadi kita tidak dapat menutup diri terhadap rahmat pengetahuan. Kita harus membuka diri terhadap sang Terang, berkemauan untuk melakukan pembacaan bacaan yang baik (Kitab Suci dan lain sebagainya), untuk berpikir dan memikirkan hal-hal yang baik, untuk berdoa. Kita harus senantiasa memohon kepada Allah untuk menerangi kegelapan hati kita.

Namun demikian, walaupun kita telah dicerahkan untuk mengenal mana yang benar ketimbang mana yang salah, kita membutuhkan “adonan rahmat” guna membangkitkan kita agar melakukan hal-hal yang baik. Allah memberikan pertolongan ini, kekuatan ini, dorongan dan hasrat untuk melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Kita semua pasti pernah mengalami desakan-desakan dalam batin kita untuk memikirkan, mengambil sikap dan/atau melakukan hal-hal tertentu yang baik, namun seringkali kita tidak mempedulikan desakan-desakan batiniah tersebut.

DOA: 
Bapa surgawi, Engkau adalah Allah Yang Mahatahu. Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau. Jika aku terang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku. 
Terpujilah nama-Mu selalu, ya Tuhanku dan Allahku. 
Amin.

25 Juli 2015

Memandang Sang Pengutus

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/
Siapa saja yang menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan siapa saja yang menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. 
(Matius 10:40)

Waktu menunjukkan pukul satu pagi. Bukan waktu yang pantas untuk bertamu. Tetapi, tukang kebun itu nekat mengetuk pintu rumah dokter. Rasa letih membuat dokter enggan beranjak. "Siapa malam-malam begini mengganggu jam istirahatku?" pikirnya. Tetapi, setelah membuka pintu dan melihat si tukang kebun, ia tepiskan segala keengganannya, dan bersiap pergi memenuhi permintaan si tukang kebun. Mengapa? Tukang kebun itu tidak lain utusan kepala desa, yang dihormatinya.

Kepada kedua belas murid, Yesus berkata, "Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku." Pesan ini memberi kelegaan kepada para murid. Tersirat pesan bahwa ada yang akan menerima mereka sehingga usaha mereka tidak sia-sia. Juga terkandung makna bahwa penghormatan atau penghinaan yang mereka terima adalah penghormatan dan penghinaan terhadap Yesus yang mengutus mereka, bahkan kepada Allah Bapa yang mengutus Yesus.

Setiap orang yang dipakai Tuhan untuk mengabarkan berita kebenaran tentang Dia adalah utusan-Nya. Maka, kita layak mendengar dan menaati ajaran tersebut karena memandang Tuhan sebagai sang Pengutus. Tidak seharusnya kita memandang sebelah mata hanya karena utusan tersebut merupakan orang yang sederhana. Di sisi lain, sebagai orang percaya yang adalah juga murid-murid-Nya--kita memiliki tanggung jawab yang amat besar: turut menjadi wakil Allah di dunia ini, dan bertanggung jawab untuk turut mewartakan Injil-Nya.

JANGAN MEMANDANG SIAPA YANG DIUTUS, 
TETAPI PANDANGLAH DIA YANG MENGUTUS


Bacaan : Minggu, 26 Juli 2015 Hari Minggu Biasa XVII

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Ekaristi adalah khazanah maha berharga: bukan hanya dengan merayakannya tetapi juga dengan berdoa di hadapannya di luar Misa, kita dimampukan berhubungan dengan maha-sumber rahmat. (St. Paus Yohanes Paulus II, Ensiklik Ecclesia de Eucharistia No. 25)


Antifon Pembuka (Mzm 67:6.7.36)
Allah bersemayam di tempat-Nya yang kudus. Di dalam rumah-Nya Ia menghimpun semua orang. Dia sendiri akan memberi kekuatan dan keberanian kepada umat-Nya.


Doa Pagi
Allah, Engkaulah pelindung bagi mereka yang berharap kepada-Mu. Tanpa Engkau, tiada suatu pun yang baik, tiada suatu pun yang kudus. Lipatgandakanlah belas kasih-Mu dalam diri kami agar dengan bimbingan dan bantuan-Mu kami menggunakan harta yang fana dengan tetap terarah pada harta yang abadi. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.

Bacaan dari Kitab Kedua Raja-Raja (4:42-44) 

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/
"Orang akan makan, dan bahkan akan ada sisanya."

Sekali peristiwa datanglah seseorang dari Baal-Salisa dengan membawa bagi Elisa, abdi Allah, roti-hulu-hasil, yaitu dua puluh roti jelai serta gandum baru dalam sebuah kantong. Lalu berkatalah Elisa, "Berikanlah roti itu kepada orang-orang ini, supaya mereka makan." Tetapi pelayan abdi Allah itu berkata, "Bagaimanakah aku dapat menghidangkannya di depan seratus orang?" Jawab abdi Allah itu, "Berikanlah kepada orang-orang itu, supaya mereka makan, sebab beginilah firman Tuhan: Orang akan makan, dan bahkan akan ada sisanya." Lalu dihidangkannyalah roti itu di depan mereka. Maka makanlah mereka, dan masih ada sisa, sesuai dengan firman Tuhan.

Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.



Mazmur Tanggapan, do = g, 3/4, PS 857
Ref. Kecaplah betapa sedapnya Tuhan, Kecaplah betapa sedapnya Tuhan.
Ayat. (Mzm 145:10-11.15-16.17-18; Ul: lh.16)

  1. Segala yang Kaujadikan akan bersyukur kepada-Mu ya Tuhan, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu.
  2. Mata sekalian orang menantikan Engkau, dan Engkau pun memberi mereka makanan pada waktunya; Engkau membuka tangan-Mu dan berkenan mengenyangkan segala yang hidup.
  3. Tuhan itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya. Tuhan dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan.
Bacaan dari Surat Rasul Paulus kepada umat di Efesus (4:1-6)
"Satu tubuh, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan." 


Saudara-saudara, aku, orang yang dipenjarakan demi Tuhan, menasihati kamu, supaya sebagai orang-orang yang terpanggil, kamu hidup berpadanan dengan panggilan itu. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh dalam ikatan damai sejahtera: Satu tubuh, satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu. Satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa kita semua, yang mengatasi semua, menyertai semua dan menjiwai semua.


Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

YESUS MEMBERKATI ROTI
"Yesus membagi-bagikan roti kepada orang banyak, 
sebanyak yang mereka kehendaki." 

Bait Pengantar Injil, do = f, 2/4, PS 956
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya. Alleluya, alleluya, alleluya
Ayat. (Luk 7:16)
Seorang nabi besar telah muncul di tengah kita, dan Allah telah melawat umat-Nya.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Yohanes (6:1-15)



"Yesus membagi-bagikan roti kepada orang banyak, sebanyak yang mereka kehendaki." 

Sekali peristiwa Yesus berangkat ke seberang Danau Galilea, yaitu Danau Tiberias. Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia, karena mereka melihat mukjizat-mukjizat penyembuhan, yang diadakan-Nya terhadap orang-orang sakit. Yesus naik ke atas gunung dan duduk di situ dengan murid-murid-Nya. Ketika itu Paskah, hari raya orang Yahudi, sudah dekat. Ketika Yesus memandang sekeliling-Nya, dan melihat bahwa orang banyak berbondong-bondong datang kepada-Nya, berkatalah Ia kepada Filipus, "Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?" Hal itu dikatakan-Nya untuk mencobai Filipus, sebab Ia sendiri tahu apa yang hendak dilakukan-Nya. Jawab Filipus kepada-Nya, "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja!" Seorang dari murid-murid-Nya, yaitu Andreas, saudara Simon Petrus, berkata kepada Yesus, "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya untuk orang sebanyak ini?" Kata Yesus, "Suruhlah orang-orang itu duduk!" Adapun di tempat itu banyak rumput. Maka duduklah orang-orang itu, kira-kira lima ribu laki-laki banyaknya. Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ; demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki. Dan setelah mereka kenyang, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih, supaya tidak ada yang terbuang." Maka mereka pun mengumpulkannya, dan mengisi dua belas bakul penuh dengan potongan-potongan dari lima roti jelai yang lebih setelah orang makan. Ketika orang-orang itu melihat mukjizat yang telah diadakan Yesus, mereka berkata, "Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dunia." Karena Yesus tahu bahwa mereka akan datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk dijadikan raja, Ia menyingkir lagi ke gunung seorang diri.


Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!

Renungan

Hari ini, Injil menampilkan salah satu kisah mukjizat yang paling populer, kisah Yesus menggandakan lima roti dan dua ikan untuk memberi makan lima ribu orang. Banyak hal dapat kita renungkan dari Injil hari ini. Namun saya mengajak Anda untuk merenungkan dua hal.

Pertama, orang banyak yang mengikuti Yesus. Mereka berjalan berkilo-kilo meter untuk mengikuti Yesus. Mereka terkesan dengan apa yang telah dilakukan Yesus. Mereka berbondong-bondong ingin mendengarkan pengajaran Yesus dan menyaksikan serta mengalami mukjizat penyembuhan yang dilakukan-Nya. Mereka begitu rindu untuk bertemu Yesus. Barangkali, antusiasme yang begitu besar dalam mengikuti Yesus inilah yang membuat mereka sampai tidak memikirkan bekal untuk dimakan. Dan lihatlah apa yang mereka dapat! Mereka bertemu dengan Yesus, mendengarkan pengajaran-Nya. Kita yakin bahwa banyak juga di antara mereka yang disembuhkan. Dan jangan lupa, selain mendapatkan kepuasan rohani, mereka juga dikenyangkan secara jasmani berkat roti dan ikan yang digandakan oleh Yesus bagi mereka.

Hari ini kita diingatkan untuk melihat diri kita masing-masing, dan bertanya, “Apakah yang utama dalam hidupku? Apakah Yesus sudah menjadi prioritas pertama dalam hidupku?” Bukannya mencari Tuhan, kita justru seringkali merasa tidak punya waktu untuk itu. Banyak hal kita kemukakan sebagai alasan klasik. Kesibukan kita, karier kita, sekolah kita, dan lain-lain. Bahkan, kita juga sering mengabaikan kesempatan untuk ambil bagian dalam perjamuan Ekaristi.

Peristiwa dalam Injil hari ini memberikan pelajaran berharga bagi kita. Barangsiapa berani memprioritaskan Yesus dalam hidupnya, ia akan mendapatkan kelegaan jasmani dan rohani. Ingat, dalam kesempatan lain Yesus bersabda, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu.” (Mat 6:33)

Kedua, mari kita melihat diri Yesus sendiri. Yesus melihat orang banyak yang telah berjalan mengikuti-Nya. Dia tahu bahwa mereka membutuhkan makan. Dia melakukan mukjizat penggandaan roti dan ikan untuk memberi banyak orang itu makan. Hal ini sungguh bertolak belakang dengan peristiwa ketika Dia sendiri lapar karena berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun. Ia dapat melakukan sesuatu untuk diri-Nya sendiri, tetapi Dia tidak melakukannya. Sementara, Yesus serta merta berbuat sesuatu jika orang lain sedang membutuhkan. Hidup-Nya adalah untuk kepentingan orang lain. Bahkan Dia memberikan hidup-Nya untuk keselamatan manusia.

Sikap Yesus ini memberikan sebuah pelajaran bagi kita. Sebagai pengikut-Nya, kita pun hendaknya memiliki sikap dan semangat yang sama. Yesus menghendaki kita agar siap dan bersedia untuk berbagi dan memberi apa yang kita miliki kepada sesama, misalnya keahlian kita, waktu kita, harta kita, dan lain sebagainya. Terlebih, berbagi dengan mereka yang membutuhkan, mereka yang kekurangan, dan mereka yang sedang dalam masalah, baik fisik, emosional, maupun spiritual.

"Bukan manusia yang menyebabkan bahwa bahan persembahan menjadi Tubuh dan Darah Kristus, melainkan Kristus sendiri yang telah disalibkan untuk kita. Imam yang mewakili Kristus, mengucapkan kata-kata ini, tetapi daya kerjanya dan rahmat datang dari Allah. Inilah Tubuh-Ku, demikian ia berkata. Kata-kata ini mengubah bahan persembahan itu"

Antifon Komuni (Mzm 103:2)


Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupa akan segala kebaikan-Nya.